Sinar Matahari, Energi Terbarukan yang Ramah Lingkungan
Semenjak terjadinya krisis
moneter tahun 1998, Indonesia mulai berpaling kepada pengembangan energi fosil
seperti dari minyak, batu bara dan gas bumi. Pemanfaatan energi dari sumber
daya hidrokarbon (energi fosil) tersebut berpotensi merusak fungsi lingkungan
hidup terutama gas rumah kaca yang dihasilkannya seperti CO2, SOx, NOx,
partikulat, dan polutan lainnya yang diyakini para ahli lingkungan sebagai
penyebab meningkatnya suhu bumi (pemanasan global).
Sampai saat ini,
pemanfaatan energi hidrokarbon terutama untuk kebutuhan listrik masih sangat
dominan, padahal cadangan semakin menipis. Cadangan minyak bumi dan batu bara
Indonesia adalah sebesar 2% dan 3% dari cadangan dunia (tahun 1970) dan tahun ini
cadangan semakin jauh berkurang hingga 0,2% dari cadangan dunia sehingga hal
tersebut sudah tidak memungkinkan lagi untuk dipertahankan.
Salah satu cara untuk
menggantikannya adalah dengan memaksimalkan pemanfaatan energi baru dan
terbarukan seperti energi geothermal, energi air, energi biomassa, energi
angin, energi mikrohidro, energi samudera dan energi surya. Cara yang paling
relevan bagi Indonesia adalah dengan memanfaatkan energi surya karena Indonesia
terletak di daerah tropis yang relatif memiliki radiasi matahari cukup besar
untuk dmanfaatkan (rata-rata4,48 Kwh per hari).
Indonesia sendiri, sebuah
negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa dan menerima panas matahari yang
lebih banyak daripada negara lain, mempunyai potensial yang sangat besar untuk
mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya sebagai alternatif batubara dan
diesel sebagai pengganti bahan bakar fosil yang bersih, tidak berpolusi, aman
dan persediaannya tidak terbatas. Berbagai instalasi sel surya telah banyak
dipakai walaupun hanya pada beberapa golongan masyarakat mampu.
Gambar 2. Struktur panel surya. |
Bahan sel surya sendiri
terdiri kaca pelindung dan material adhesive transparan yang melindungi bahan
sel surya dari keadaan lingkungan, material anti-refleksi untuk menyerap lebih
banyak cahaya dan mengurangi jumlah cahaya yang dipantulkan, semi-konduktor
P-type dan N-type (terbuat dari campuran Silikon) untuk menghasilkan medan
listrik, saluran awal dan saluran akhir (tebuat dari logam tipis) untuk
mengirim elektron ke perabot listrik.
Cara kerja sel surya sendiri
sebenarnya identik dengan piranti semikonduktor dioda. Ketika cahaya
bersentuhan dengan sel surya dan diserap oleh bahan semi-konduktor, terjadi
pelepasan elektron. Apabila elektron tersebut bisa menempuh perjalanan menuju
bahan semi-konduktor pada lapisan yang berbeda, terjadi perubahan sigma
gaya-gaya pada bahan. Gaya tolakan antar bahan semi-konduktor, menyebabkan
aliran medan listrik dan menyebabkan elektron dapat disalurkan ke saluran awal
dan akhir untuk digunakan pada perabot listrik.
Dalam keadaan cuaca yang
cerah, sebuah sel surya akan menghasilkan tegangan konstan sebesar 0.5 V sampai
0.7 V dengan arus sekitar 20 mA dan jumlah energi yang diterima akan mencapai
optimal jika posisi sel surya (tegak lurus)
terhadap sinar matahari selain itu juga tergantung dari konstruksi sel surya
itu sendiri. Ini berarti bahwa sebuah sel surya akan menghasilkan daya 0.6 V x
20 mA = 12 mW. Jika matahari memancarkan energinya ke permukaan bumi
sebesar 100W/m2, maka bisa
dibayangkan energi yang dihasilkan sel surya yang rata-rata mempunyai luas 1 cm2
dibandingkan dengan bahan bakar fosil (BBM) dengan proses fotosintesis yang
memakan waktu jutaan tahun.
Bahan dan cara kerja yang
aman terhadap lingkungan menjadikan sel surya sebagai salah satu hasil
teknologi pembangkit listrik yang efisien bagi sumber energi alternatif
masyarakat di masa depan. Memberikan harapan kepada kita untuk mengelola alam
secara lebih “alamiah”.
Sumber
0 comments:
Post a Comment