Monday, 28 April 2014

Sinar Matahari, Energi Terbarukan yang Ramah Lingkungan

Sinar Matahari, Energi Terbarukan yang Ramah Lingkungan

Gambar 1. Panel surya.
Semenjak terjadinya krisis moneter tahun 1998, Indonesia mulai berpaling kepada pengembangan energi fosil seperti dari minyak, batu bara dan gas bumi. Pemanfaatan energi dari sumber daya hidrokarbon (energi fosil) tersebut berpotensi merusak fungsi lingkungan hidup terutama gas rumah kaca yang dihasilkannya seperti CO2, SOx, NOx, partikulat, dan polutan lainnya yang diyakini para ahli lingkungan sebagai penyebab meningkatnya suhu bumi (pemanasan global).
Sampai saat ini, pemanfaatan energi hidrokarbon terutama untuk kebutuhan listrik masih sangat dominan, padahal cadangan semakin menipis. Cadangan minyak bumi dan batu bara Indonesia adalah sebesar 2% dan 3% dari cadangan dunia (tahun 1970) dan tahun ini cadangan semakin jauh berkurang hingga 0,2% dari cadangan dunia sehingga hal tersebut sudah tidak memungkinkan lagi untuk dipertahankan.
Salah satu cara untuk menggantikannya adalah dengan memaksimalkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan seperti energi geothermal, energi air, energi biomassa, energi angin, energi mikrohidro, energi samudera dan energi surya. Cara yang paling relevan bagi Indonesia adalah dengan memanfaatkan energi surya karena Indonesia terletak di daerah tropis yang relatif memiliki radiasi matahari cukup besar untuk dmanfaatkan (rata-rata4,48 Kwh per hari).
Indonesia sendiri, sebuah negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa dan menerima panas matahari yang lebih banyak daripada negara lain, mempunyai potensial yang sangat besar untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya sebagai alternatif batubara dan diesel sebagai pengganti bahan bakar fosil yang bersih, tidak berpolusi, aman dan persediaannya tidak terbatas. Berbagai instalasi sel surya telah banyak dipakai walaupun hanya pada beberapa golongan masyarakat mampu.
Gambar 2. Struktur panel surya.

Bahan sel surya sendiri terdiri kaca pelindung dan material adhesive transparan yang melindungi bahan sel surya dari keadaan lingkungan, material anti-refleksi untuk menyerap lebih banyak cahaya dan mengurangi jumlah cahaya yang dipantulkan, semi-konduktor P-type dan N-type (terbuat dari campuran Silikon) untuk menghasilkan medan listrik, saluran awal dan saluran akhir (tebuat dari logam tipis) untuk mengirim elektron ke perabot listrik.
Cara kerja sel surya sendiri sebenarnya identik dengan piranti semikonduktor dioda. Ketika cahaya bersentuhan dengan sel surya dan diserap oleh bahan semi-konduktor, terjadi pelepasan elektron. Apabila elektron tersebut bisa menempuh perjalanan menuju bahan semi-konduktor pada lapisan yang berbeda, terjadi perubahan sigma gaya-gaya pada bahan. Gaya tolakan antar bahan semi-konduktor, menyebabkan aliran medan listrik dan menyebabkan elektron dapat disalurkan ke saluran awal dan akhir untuk digunakan pada perabot listrik. 
Dalam keadaan cuaca yang cerah, sebuah sel surya akan menghasilkan tegangan konstan sebesar 0.5 V sampai 0.7 V dengan arus sekitar 20 mA dan jumlah energi yang diterima akan mencapai optimal jika posisi sel surya   (tegak lurus) terhadap sinar matahari selain itu juga tergantung dari konstruksi sel surya itu sendiri. Ini berarti bahwa sebuah sel surya akan menghasilkan daya 0.6 V x 20 mA = 12 mW. Jika matahari memancarkan energinya ke permukaan bumi sebesar  100W/m2, maka bisa dibayangkan energi yang dihasilkan sel surya yang rata-rata mempunyai luas 1 cm2 dibandingkan dengan bahan bakar fosil (BBM) dengan proses fotosintesis yang memakan waktu jutaan tahun.
Bahan dan cara kerja yang aman terhadap lingkungan menjadikan sel surya sebagai salah satu hasil teknologi pembangkit listrik yang efisien bagi sumber energi alternatif masyarakat di masa depan. Memberikan harapan kepada kita untuk mengelola alam secara lebih “alamiah”.

Sumber 

Ditulis oleh : Huda

0 comments:

Post a Comment